Skill yang perlu ditumbuhkan saat pandemi

Covid-19 memaksa masyarakat dunia untuk melakukan penyesuaian. Secara umum, kita diingatkan untuk hidup sehat dan berempati kepada sesama. 

Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini, pemerintah menetapkan tema Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh. Menjelang Indonesia Emas 2045, kita masih memiliki banyak PR terkait penyiapan generasi menuju pasar bebas. Indonesia harus memantaskan diri untuk bisa masuk pergaulan dunia.

“Kita butuh sumber daya yang terampil, punya etos kerja yang baik, serta berwawasan global tapi juga berkarakter pancasila. Itu sangat penting,” kata Moeldoko dalam siaran pers KSP, di Jakarta, Selasa (27/7/2021).

Pernyataan diatas menunjukkan pentingnya persiapan dan pembekalan untuk generasi muda dan usia produktif, agar memiliki daya saing dengan negara lain.

Literacy is the ability to identify, understand, interpret, create, communicate and compute, using printed and written materials associated with varying contexts. Literacy involves a continuum of learning in enabling individuals to achieve their goals, to develop their knowledge and potential, and to participate fully in their community and wider society (UNESCO, 2004; 2017).

Definisi literasi yang dikeluarkan UNESCO, turut menekankan pentingnya penyiapan anak bangsa menuju pergaulan dunia (wider society). 

Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jika kita harus mengadopsi teknologi dari negara lain, pastikan bahwa kita bisa menggunakannya dan membuat inovasi dengan lebih membawa kearifan lokal.

Penyiapan generasi merupakan kerja besar yang tidak mungkin dibebankan sepenuhnya pada pemerintah. Pihak swasta termasuk para penerus bangsa, harus memiliki perhatian dan komitmen terhadap hal ini. 

Wajib belajar 9 tahun memang sudah berjalan. Namun luasnya wilayah Indonesia dan kondisi daerah yang bervariasi, membuat penyebaran program ini masih belum merata. Kondisi pandemi yang masuk tahun kedua, menambah PR pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait pengembangan SDM.

Penelitian yang dipublikasikan oleh The Journal of the American Medical Association, menyampaikan tingginya angka bunuh diri dan kecemasan selama pandemi. Setiap pribadi memiliki respon berbeda menghadapi situasi ini. Ada yang sudah berhasil berdamai dan beradaptasi dengan keadaan. Namun ada yang justru terjerembab dalam masalah baru seperti peningkatan stress dan kebosanan. Belum lagi mereka yang terdampak langsung (PHK atau penurunan pendapatan), yang tidak memiliki gejala secara fisik, tapi justru sakit secara psikis. Ini tentu tidak kalah berbahaya dengan mereka yang isoman di RS atau dirumah. Kondisi tetap dirumah, untuk beberapa situasi, menambah tekanan secara emosional. Bahkan ada yang beralih ke obat – obatan, bahkan bunuh diri.

Situasi Indonesia terkait pandemi memang masih belum stabil. Pemerintah dan para ahli pun belum bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir. Sementara kehidupan harus terus berjalan. Waktu yang bergulir mendesak kita kita untuk terus beradaptasi dan melakukan inovasi untuk tetap bertahan.

Berlepas dari usaha semua pihak, kesadaran pribadi tetap berperan penting. Setiap kita harus memiliki kesadaran penuh bahwa hidup kita adalah tanggung jawab pribadi. Keluarga, teman dan pemerintah hanya membantu mengarahkan dan membantu. Keputusan utama ada di diri kita. Lalu bagaimana menentukan langkah atau menyusun rencana masa depan di jaman yang serba tidak stabil dan penuh ketidakpastian? Apakah sukses masih bisa diraih saat banyak keterbatasan? 

Jika kita rajin membaca berita, baik cetak maupun elektronik, banyak kisah sukses kala pandemi. Saat sebagian kita masih mencari cara untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, ada yang sudah menemukan jalannya (sukses) dan berhasil membuka jalan bagi lainnya (kesempatan kerja). 

Menjadi sukses, saat pandemi atau tidak, sangat dipengaruhi komitmen kita pada rencana kita, dan bagaimana merespon kejadian selama proses berjalan. Jangankan kita yang masih meretas jalan menuju sukses, para pengusaha yang sudah meraih kesuksesan, tetap harus beradaptasi saat pandemi. 

Sebelum pandemic, ada dari kita yang merasa percaya diri dalam melangkah dan membuat rencana dengan berbekal ijazah pendidikan dengan nilai cum laude. Namun saat pandemic menyerang, semua impian dan rencana itu runtuh bersamaan dengan tingginya angka pemutusan kerja dan banyaknya jenis usaha yang terhambat.

Ternyata baik ada pandemi atau tidak, ada beberapa hal yang harus kita miliki, untuk bertahan dan bersaing dalam dunia kerja. Kita sering mendengar hard dan soft skill.

Hard skill adalah kemampuan yang terukur yang kita miliki setelah mengikuti serangkaian pendidikan atau pelatihan. Sedangkan soft skill adalah kemampuan yang kita miliki sebagai respon kita setelah melalui serangkaian kejadian. 

Berikut adalah beberapa skill yang diperlukan untuk berstrategi dalam menjalani hidup :
1. Optimis

Simon Sinek membedakan optimis dan berpikir positif. Optimis bukan berarti kita menyangkal kenyataan. Optimis adalah keyakinan bahwa walaupun hidup sedang berat atau kita memiliki keterbatasan, harus ada keyakinan bahwa keadaan akan berubah. Selama kita terus berusaha dan berkomitmen dengan rencana kita, maka kita akan menemukan jalan (menuju kesuksesan).

2. Kecerdasan emosional

Kecerdasan intelegensi sering diagungkan sebagai kepastian kesuksesan seseorang. Nilai raport atau menjuarai kompetisi menjadi tolak ukur keberhasilan anak. Padahal studi menunjukkan justru kecerdasan emosional yang lebih berperan dalam kesuksesan. Lionel Messi, Christian Ronaldo dan Kobe Bryant adalah contoh mereka yang pundung dengan keterbatasan yang dimiliki. Mereka justru menjadikan hal itu menjadi alasan untuk terus berusaha. Mereka yakin bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab atas hidup mereka. Saat usaha mereka mengalami kegagalan atau ada kejadian yang tidak mereka duga, mereka justru terus menumbuhkan keyakinan bahwa pasti ada solusi untuk semua masalah. Cara mereka merespon peristiwa dalam hidup mereka, membantu mereka untuk terus bertahan dan berusaha. Lelah , bosan dan malas tentu pernah menghampiri. Namun mereka selalu kembali pada komitmen mereka, sehingga mereka berhasil, dan bisa menginspirasi orang – orang dengan situasi sejenis.

3. Kemampuan berkomunikasi

Komunikasi sering diasosiasikan dengan kemampuan bicara (public speaking) yang merupakan salah satu soft skill. Padahal definisi komunikasi sangat luas. Bahasa tubuh dan pemilihan diksi, juga berperan. Pendidikan di keluarga dan sekitar memiliki peran signifikan dalam cara berkomunikasi seseorang. Bahkan pada daerah tertentu, ada budaya berbicara apa adanya, yang terkadang menimbulkan kesan kurang nyaman bagi mereka yang belum mengenal pribadi tersebut. 

Kemampuan berkomunikasi adalah sesuatu yang bisa kita tumbuhkan. Jika kita berselancar di internet, kita dapat menemukan lembaga yang menawarkan pelatihan komunikasi, untuk mendukung kerja kita. Selain itu, ada pula praktisi komunikasi yang berbagi saran untuk cara berkomunikasi dengan kolega, terutama saat merespon kejadian. Termasuk untuk menghindarkan kita dari perselisihan dan kesalahpahaman. 

4. Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif sering disandingkan dengan kemampuan untuk menemukan cara lain, yang sering tidak terpikir orang lain, dalam menyelesaikan masalah keseharian. Atau memiliki cara unik dalam menunjukkan ide kita. Sering kita diarahkan dengan think out of the box. Maksudnya, kita harus memiliki beberapa cara atau strategi dalam melaksanakan sebuah program. Bahkan tidak sedikit yang melakukan diluar pakem (kebiasaan), agar terlihat berbeda dan menjadi ciri khas. Misal, adanya fenomena jastip yang mengalami kenaikan permintaan saat pandemi, karena himbauan tetap dirumah. Ide sederhana yang timbul dari kebiasaan titip belanjaan di masyarakat kita, yang kemudian dibuat menjadi produk jasa yang bisa menjadi pengobat rindu saat kita dibatasi dengan peraturan tetap dirumah.

5. Fleksibilitas

Kata ini sebenarnya sering kita dengar dalam keseharian. Namun situasi saat ini memaksa kita untuk bersikap fleksibel dengan perubahan. Dalam arti, kemampuan kita dalam beradaptasi dengan perubahan harus ditingkatkan. 

Sebelum pandemi, kita bisa dengan santai keluar rumah. Saat ini, kita harus menggunakan masker, membawa hand sanitizer, botol minum dan alat makan pribadi. Di tahun kedua pandemi, barang – barang tersebut menjadi bawaan wajib saat harus beraktifitas diluar rumah dalam waktu yang lama. 

Sebelumnya, kita selalu bermimpi bisa bekerja di kantor besar dalam gedung bertingkat. Saat ini, kita harus bisa memaksimalkan potensi dengan bekal perangkat dirumah dan sambungan internet. Maka kita akan terhubung dengan kolega dan mitra kerja dalam kerja harian.

Seperti yang disampaikan diatas, pemerintah dan ahli belum bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir. Namun hidup harus terus berjalan, karena kebutuhan harian tetap ada. Sehingga kita tetap harus berusaha agar kita dapat memenuhi kebutuhan. Sampai nanti semua kesulitan ini berhasil, kita harus bertahan dan berstrategi dalam menyelesaikan masalah. 

Hidup memang misteri, tapi harus dijalani. Tetaplah optimis. Tumbuhkan kecerdasan emosional dan latih kemampuan komunikasi agar kita bisa merespon kejadian hidup dengan baik, yang secara tidak langsung, juga membentuk imunitas diri. 

Jangan takut untuk menyampaikan ide kita. Jadikan kritikan dan saran menjadi pertimbangan untuk langkah berikutnya. Tidak perlu kaku dengan respon sekitar. Pahami bahwa tidak semua orang bisa langsung memahami gagasan kita. Selama hal tersebut baik dan benar, waktu akan membuktikannya.

Tetap semangat, selalu optimis.

Best wishes.

Leave a Reply